Selanjutnya Putak dipimpin oleh Temenggung Jawo Dilampung/Inggo Dilawi.
Pada masa pemerintahan Temenggung Jawo Dilampung warga Putak membuka
usaha diseberang kali sekampung hingga ke Itik Rendai (sekarang daerah
perbatasan dengan Wana/Melinting). Selain itu pada masa kepemimpinan
beliau Putak juga pernah mengalami musibah kebakaran kampung. Menurut
cerita tua-tua kampung kebakaran tersebut disebabkan masyarakat Putak
memanggang daging ikan pelus. Ikan pelus tersebut diperoleh dari buruan
masyarakat atas binatang yang telah meresahkan mereka. Konon ceritanya
ikan pelus tersebut sangat besar yang datangnya dari sebuah lubang
dipinggir sungai sekampung (hingga saat ini lubang tersebut dikenal
sebagai kiyam tummukan/ lubang pelus). Binatang ini selalu memangsa
ternak masyarakat bahkan sampai manusia sebagai korbannya. Segala cara
dilakukan oleh penduduk Putak untuk menangkap binatang yang selalu
meresahkan masyarakat tersebut. Akhirnya usaha mereka tidak sia-sia dan
binatang tersebut tertangkap. Setelah tertangkap ternyata binatang
tersebut benar seekor pelus yang besar. Selanjutnya daging ikan pelus
tersebut dibagi-bagikan kepada masyarakat untuk dimakan. Masyarakat
yang telah mendapat bagian lalu memanggangnya dan ikan tersebut
mengeluarkan minyak yang banyak sehingga menyulut api hingga kebakaran.
Dengan seketika itulah perkampungan Putak terbakar dan habislah harta
benda penduduk termasuk catatan penting dari Skala Berak. Sejak
kebakaran itulah maka terputuslah hubungan sejarah antara warga Putak
dengan kampung asal mereka yang ada di Sekalo Berak. Setelah terjadinya
musibah kebakaran tersebut perkampungan Putak pindah bergeser kearah
selatan sekitar 500m dari kampung semula namun masih wilayah Putak
hingga akhirnya pindah ke Umbul Jabung. Tanpa diketahui dengan jelas
tahun berapa Temenggung Jawa Dilampung meninggal dunia. Beliau
dimakamkan di daerah Putak, hingga saat ini terkenal dengan kramat
Temenggung Putak. Berdasarkan cerita dan catatan tua-tua kampung, Putak
selanjutnya dipimpin oleh kariyo Ilo Dirajo yang kedua yang merupakan
keturunan Radin Jimat alias Pangeran Ugor Dilampung hingga tahun 1806.
Sekitar tahun 1806 kompeni Belanda mulai menjamah daerah Putak.
Kedatangan kompeni Belanda kedaerah Putak konon ceritanya dibawa oleh
Kariyo Ilo Dirajo kedua sebagai pimpinan daerah Putak waktu itu. Pada
tahun 1806 itu juga Belanda bersama Kariyo Ilo Dirajo langsung menunjuk
dan mengangkat Pangeran Alip sebagai kepala kampung Putak yang pertama.
Pangeran Alip selaku kepala Kampung selanjutnya mulai melakukan
penertiban dan penataan adat istiadat Lampung di Putak. Karena di daerah
Putak terdiri dari beberapa macam kebuaian dan masing-masing kebuaian
tersebut telah ada penggawanya maka bersidanglah penggawa 12 tersebut
bersama Kepala kampung untuk membahas masalah adat istiadat.
Pangeran Alip selaku kepala kampung Putak bersama 12 penggawa yang ada
melakukan perubahan-perubahan. Selanjutnya mereka sepakat untuk
merombak adat istiadat dari masing-masing kebuaian dengan cara dan gaya
baru untuk dijadikan tata titi adat yang melambangkan keseragaman dari
beberapa kebuaian yang ada ( akan dibahas pada tahap berikutnya).
Selain membicarakan masalah adat istiadat Pangeran Alip dan para
penggawa 12 juga membahas masalah penempatan masing-masing penggawa.
Adapun keputusan mengenai daerah penempatan para penggawa 12 adalah
sebagai berikut :
- Dari arah selatan daerah Putih Rimbih ditempatkan Buai Miga Putih dan Buai Unyi/uyai.
- Dari arah utara daerah Batu Ketetuk ditempatkan Buai Aji dan Buai Teladas.
- Ditengah-tengah daerah Putak ditempatkan Buai Pemuko, Buai Subing, Buai Metaro, buai Bungo mayang, Buai berugo,Buai Selagai,Buai Bugis, dan Buai Cempako.
Demikianlah pembagian wilayah untuk masing-masing penggawa yang tergabung dalam satu kesatuan adat Buai Pemuko.
Pada saat itu perkembangan pemerintahan Kompeni telah berkembang dan
semakin berpengaruh terhadap masyarakat khususnya di wilayah Putak dan
Indonesia pada umumnya. Pemerintahan Kompeni telah memerintahkan kepada
masyarakat yang ada di Putak agar pindah keseberang kali sekampung. Hal
tersebut dimaksudkan agar pemerintah Kompeni mudah mengawasi atau
mengontrol masyarakat yang ada di kampung Putak.
Kira-kira tahun 1810 penduduk yang ada di kampung Putak pindah ke daerah
seberang kali sekampung sesuai dengan yang diperintahkan oleh
pemerintah kompeni Belanda. Selanjutnya menetaplah empat kebuaian di
umbul Jabung (sekarang Jabung). Adapun empat kebuaian tersebut adalah
:
- Buai Pemuko,
- Buai Subing,
- Buai Metaro dan
- Buai Bungo Mayang.
Empat kebuaian ini memberi nama tempat mereka Tiyuh Jabung. Kata
Jabung diambil dari sebuah nama tumbuh-tumbuhan sejenis lengkuas.
Tumbuhan ini daunnya terasa agak asam yang sangat cocok dipakai sebagai
bumbu sruit/sayur ikan. Kala itu tumbuhan Jabung ini banyak terdapat
disekitaran sungai sekampung hingga arah atas dimana mereka mendirikan
rumah penduduk.
Pada awalnya penduduk Kampung Jabung terdiri dari 4 penggawa/penyimbang
bumi yang mewakili dari 4 kebuaian. Hingga saat ini desa Jabung telah
berkembang menjadi 29 penyimbang adat. Adapun ke 29 penyimbang tersebut
antara lain :
- Batin Paksi Muso/Dalom Tihang Abuhusin
- Rajo Tihang/Pangeran Pukuk Agus
- Tuan Rajo Kasim/Pangeran Putcak Abdul Manan
- Batin Kiyai Temunggung/Dalom Kiyai Rahman
- Dalom Sebuai Sawal
- Nyimbang Ratu Bakar/Batin Sukodio Yahudi
- Batin Serobumi/Hi. Abdul Hamid
- Dalom Nguaso Bumi/Temenggung Muhyin
- Dulu Batin/Dalom Kiyai Mus
- Batin Kiyai Kundo/Dalom Kiyai Senin
- Dalom Yakup/Minak Muttor Mus
- Nyimbang Alam Rahman/Terujungan Ahmad
- Minak Cahyo/Dalom Sampurna Jayo Usup
- Minak Batin Husin/Minak Mas Syamsudin
- Batin Terus Jagan/Minak Batin Azis
- Dalom Penyimbang Maram/Radin Sawan Ani
- Temenggung Husin/Temunggung Husin
- Dalom Paksi Yusup/Karyo Jayo Kesumo Majid
- Dalom Jati/Dalom Jati Bidin
- Minak Mas Sebih/Minak Mas Mursalin
- Tuan Rajo Mail/ Batin Palo Migo Mukti
- Rajo Mudo Adam/Rajo Mudo Ismail
- Pangeran Ulangan Usup/Minak Radin Hasan
- Tiawan Talip/Dugor Mus
- Radin Sangun/Muko Sakti Mis
- Batin Kiyai Salih/Dalom Gamo Abdul Halim
- Gedung Alam Rahman/Batin Sekenak Dalim
- Minak Kunang Unus/Batin Sukodio Sukri
- Dalom Summan /Sannaran Ali (sumber : Bpk Minak Sumo Mail)
Sedangkan perkembangan kepemimpinan pemerintahan desa telah terjadi 27
kali pergantian kepala kampung/desa. Kampung Putak merupakan kampung
yang pertama kali mempunyai kepala kampung. Putak merupakan pusat
pemerintahan desa yang pertama kali dibentuk oleh kompeni Belanda untuk
wilayah sekampung Libo pada tahun 1806. Dari tahun ketahun Putak
mengalami kemajuan sampai pemerintahan desa pindah ke seberang kali
sekampung yaitu di Kampung Jabung. Jabung selanjutnya sebagai sentral
pemerintahan pada masa kompeni Belanda yang membawahi 12 penggawa adat
yang ada sampai masing-masing daerah mereka mempunyai kepala
desa.Pangeran Alip meninggal dunia sekitar awal tahun 1810 sebelum
warga Putak pindah ke seberang kali sekampung yaitu di Jabung.Beliau
dimakamkan di kampung Putak dekat dengan makam para sesepuh Putak
lainnya. Selanjutnya kepala kampung Jabung digantikan oleh Rajo Mangku
Alam ke I .Adapun pergantian kepala kampung Jabung adalah sebagai
berikut :
- Pangeran Alip tahun 1806-1810 (di daerah Putak)
- Rajo Mangku Alam I tahun 1810-1825 (di Jabung dan seterusnya)
- Rajo Tihang tahun 1825-1835
- Rajo Mangku Alam II 1835-1855
- Hi. Muhammad Soheh tahun 1855-1865
- Hi. Muhammad Ali tahun 1863-1883
- Hi. Husin tahun 1883-1908
- Karban tahun 1908-1911
- Kiyai Temunggung tahun 1911-1921
- Raden Tulin tahun 1921-1938
- Malo Batin Umar tahun 1938-1942
- Pangeran Tihang Marga tahun 1942-1943
- Batin Pangeran Sudin tahun 1943-1949
- Batin Alam Abas tahun 1949-1952
- Dalom Seman tahun 1952-1964
- Raden Bangsawan Abdullah tahun 1964-1966
- Batin Sampurnajaya Sulaiman tahun 1966-1970
- Raden Kemas Hasan tahun 1970-1980
- Batin Rajosako Usup tahun 1980-1981
- Faidullah tahun 1981-1982
- Radin Panji Burhanudin tahun 1982-1986
- Sukuria Kusuma tahun 1986-1994
- Minak Rayo Saleh tahun 1994-1995
- Sukuria Kusuma tahun 1995-2003
- Minak Mas Mursalin bulan Maret 2003
- Temunggung Muhammad Saleh tahun 2003-2011/sekarang
(sumber : Bpk Kariyo Jayo Kesumo Majid Yusup)
Kemudian empat kebuaian berikutnya adalah :
- Buai Berugo,
- Buai Selagai,
- Buai Bugis dan
- Buai Cempako
Empat kebuaian ini juga ikut pindah keseberang kali sekampung. Namun
empat kebuaian ini memilih bertempat di maro mas/muara emas(sebagai
cikal bakal desa Negara Batin sekarang). Selanjutnya empat kebuaian ini
memberi nama tempat mereka dengan sebutan Rabatin. Setelah cukup lama
bertempat tinggal di Rabatin maka oleh empat kebuaian tersebut merobah
Rabatin menjadi Negara Batin. Nama Negara Batin sesuai dengan nama asli
dari daerah Tulang Bawang, sebagai daearh asal Radin Jimat/Pangeran
Ugor Dilampung . Empat kebuaian yang ada di kampung Negara Batin dari
tahun ketahun juga mengalami perkembangan hingga saat ini menjadi 23
Penyimbang adat. Adapun ke 23 penyimbang adat tersebut adalah sebagai
berikut :
- Pangeran Ugor Dilampung
- Dalom Sangun/Tuan Radin Umar
- Batin Tinggi/Terujungan Saleh
- Pangeran Ratu Sangun/Temunggung Husin
- Pangeran Paksi/Pangeran Syamsudin
- Dalom Bandar/Dalom Yahya
- Minak Batin Maat/Minak Mas Tayib
- Radin Bangsaratu/Dalom Pangeran Mawan
- Temunggung Dul/Dalom Yudi Ismo
- Pangeran Rajo Lamo/Dalom Serunting Husin
- Pangeran Wiro/Dalom Sasi Wahab
- Radin Siwan Tulin/Seratu Tayib
- Minak Radin Wahab
- Minak Sumo Saleh/Minak Sumo Bus
- Sumo Liyu Dullah
- Minak Rujungan Ahmad/tetap
- Penyimbang Ratu Nur/tetap
- Radin Pilihan Dul/tetap
- Radin Salih Muso/Batin Terus Taher
- Pattas Yusup/Parbo Liman
- Radin Jayo/Temunggung Liman
- Pangeran Sukodio Ahmad/tetap
- Dalom Datong/Pangeran Hasan
(sumber : Bpk Abdurahman/kades dan Pangeran Samsudin)
Sebelum adanya pemerintahan desa, daerah ini masih dibawah kendali
pemerintahan yang ada di Jabung sebagai pusat pemerintahan. Selanjutnya
kampung ini terus mengalami kemajuan hingga terbentuknya pemerintahan
desa. Kampung Negara Batin ini menjadi desa yang difinitif diperkirakan
sekitar tahun 1920 dengan kepala desa yang pertama yaitu Sumo Rayo Hi.
Nawawi. Adapun pergantian kepemimpinan desa yang ada hingga saat ini
adalah sebagai berikut :
- Sumo Rayo Hi. Nawawi tahun ....-1924
- Minak Rayo Ismail tahun 1924-1928
- Batin Kiyai tahun 1928-1936
- Kariyo Dulrahman tahun 1936-1944
- Dalom Gamo Said tahun 1944-1952
- Dalom Rajoniti Tambuh tahun 1952-1953
- Temunggung Sampurna Jayo Said tahun 1953-1961
- Radin Mangku Ibrahim tahun 1961-1963
- Dalom Bandar Marga Yusup tahun 1963-1970
- Minak Batin Hasan Basri tahun 1970-1975
- Rahman Hi. Ismail tahun 1975-1977
- Kemas Sampurna Jayo Husin HS tahun 1977-191986
- Hi. Yusup Datang tahun 1986-1994
- Minak Rayo Ismail Umar tahun 1994-1995
- Dalom Paksi Abdul Wahab tahun 1995-1998
- Mangku Bumi HS Syahman tahun 1998-2000
- Minak Radin Ibrahim tahun 2000-2001
- Mangku Bumi HS Syahman tahun 2001-2005
- Minak Radin Ibrahim tahun 2005-2007
- Dalom Kiyai Abdurahman tahun 2007-sekarang/2011
(sumber: Buku profil desa Negara Batin/Minak Radin Ibrahim/sekdes).
Sedangkan Buai Aji dan Buai Teladas tetap menempati daerah yang telah
ditetapkan semula yaitu di daerah Batu ketetuk. Begitu juga dengan Buai
Mega Putih dan Buai Unyi/unyai tetap bertempat tinggal didaerah Seputih
Rimbih dibawah pimpinan penggawa adatnya masing-masing.
Sekitar
tahun 1824 kedudukan pemerintahan kompeni Belanda pengaruhnya semakin
kuat selanjutnya membentuk suatu Marga yang dipimpin oleh seorang
Pesirah. Pesirah yang pertama bentukan Kompeni adalah Kriyo Ilo Dirajo
kedua (masih keturunan Radin Jimat/Pangeran Ugor Dilampung). Marga yang
dibentuk tersebut diberi nama Marga Sekampung Ilir/Libo.Nama marga ini
hingga sekarang dikenal sebagai Marga Sekampung Libo/ilir dari Buai
Pemuko. Pesirah yang telah dibentuk mulai bekerja dengan menertibkan
kembali para anak buahnya. Penertiban ini dilakukan dengan membagi-bagi
penduduk yang ada di Batu Ketetuk dan yang ada di daerah Seputih
Rimbih. Namun pada saat itu daerah Batu Ketetuk telah dihuni oleh
beberapa kebuaian antara lain buai Aji, Buai Teladas, Buai Pemuko, buai
Berugo dan buai Metaro. Begitu juga dengan daerah Seputih Rimbih juga
telah terdapat beberapa kebuaian antara lain Buai Mega Putih,Buai Unyai
,Buai Subing dan Buai Pemuko. Selanjutnya sebagian penduduk yang ada di
daerah batu ketetuk dipindahkan ke daerah srakulo (sekarang Negara Saka)
dan sebagian tetap di daerah batu ketetuk. Setelah Buai Aji dan
beberapa buai lainnya bertempat di umbul sirkulo/srakulo dibawah satu
orang penggawa kemudian berkembang dengan mengubah nama kampung mereka
dengan nama Rasako. Nama Rasako kemudian berubah menjadi Negara Saka
hingga saat ini. Kampung Negara Saka yang semula dipimpin oleh satu
orang penggawa adat, kemudian hingga saat ini berkembang menjadi 12
penyimbang adat. Adapun 12 penyimbang adat yang dimaksud anatara lain :
- Temunggung Wahid/Pangeran Rajoniti Husin
- Pangeran Paksi Hasan/Minak Batin Ham
- Pangeran Puting Mahmud/Pangeran Puting Ismail
- Rajo Paksi/Minak Radin Saat
- Pangeran Ahmad/tetap
- Kiyai Sirah Dul/Karyo Husin
- Pangeran Mali/Radin Bagus Dul
- Dalom Mahmud/Dalom Permato Nur
- Radin Jayo/Batin Rajo Liyu Saman
- Dalom Kiyai Usup/Rajoniti Juhari
- Rayo Ahmad/Tuan Migo Ibrahim
- Radin Deriwang/Radin Deriwang Hasan
jabungonline.com
Thks pencerahan nya, orang tua saya asli negara batin dan saya baru baca sejarah ini terima kasih
BalasHapus